My voice

gothic

Rabu, 29 Juni 2011

AFTER FOREVER

After Forever adalah band symphonic metal  gothic Belanda, dengan pengaruh kuat metal progresif. Band yang mengandalkan penggunaan kedua vokal sopran dan dengusan kematian. 
Pada bulan Februari 2009, diumumkan bahwa After Forever telah bubar.
  • STORY


After Forever dibentuk pada tahun 1995 di bawah nama Apocalypse, bermain death metal, dengan vokal laki-laki yang keras, Dengan bergabungnya vokalis Lantai Jansen pada tahun 1997, gaya mereka dan suara bergeser ke arah symphonic metal, untuk memberikan. penekanan pada suara sopran-nya, berbeda dengan dengusan dan jeritan yang disediakan oleh Gommans dan Mark Jansen. Line-up pada saat ini terdiri dari Floor Jansen, Mark Jansen, Sander Gommans, Luuk van Gerven, Jack Driessen and Joep Beckers

 

Pada tahun 1999 band ini mulai menulis lagu-lagu mereka sendiri dan merekam dua demo yang berjudul Ephemeral  dan Wings Of Illusion, yang menarik perhatian label The Dutch Transmission Records, dan band pun menandatangani kontrak.
Album debut mereka Prison Of Desire  tercatat pada tahun 2000,featuring  Sharon Den Adel dari band Within Temptation Belanda pada lagu "Beyond Me". Album ini memperoleh sambutan sangat bagus di Eropa Pada akhir tahun, drummer André Borgman dan keyboardist  Lando van Gils bergabung dengan band, menggantikan Joep Beckers dan Jack Driessen. Selama tahun 2000, Floor Jansen diundang featuring untuk menyanyi Ayreon di Universal Migrator dalam Album .The Dream Sequencer.

Ayreon adalah yang paling sukses dari banyak proyek oleh gitaris Belanda Arjen Anthony Lucassen dan album ini yang pertama dari kolaborasi-kolaborasi lain dengan Floor Jansen.
Pada tahun 2001, band ini merilis album Decipher, yang menampilkan
instrumen klasik untuk pertama kalinya dan paduan suara hidup. Kompleks pengaturan dari komposisi baru mendorong genre musik After Forever lebih ke arah genre symphonic metal. Pada tahun 2002 Mark Jansen, salah satu komposer utama dari band, dipecat dari After Forever dan kemudian bergabung band Epica,di mana ia terus mengejar kontaminasi symphonic metal dengan unsur death metal, seperti dalam dua album pertama After Forever. Ia digantikan oleh Bas Maas, yang telah jalan untuk band ini selama bertahun-tahun Pada tahun 2003., Baru line-up After Forever merilis EP dan DVD pendahuluan.
Pada tahun 2004, konsep album 
Invisible Circles dirilis. Album, yang berhubungan dengan trauma masa kanak-kanak dan penyalahgunaan, musik After Forever memperkenalkan unsur-unsur metal progressif   dan penggunaan suara laki-laki bersih. Album ini mencapai 24 tempat di Belanda Top chart 100 musik. Pada tahun yang sama, Lando van Gils juga meninggalkan band dan digantikan oleh Joost van den Broek, pemain keyboard Floor Jansen yang bertemu dalam conser tour star one
Pada awal September 2005, band ini merilis album keempat mereka Remagine. Album ini diproduksi menggunakan pra-rekaman track drum oleh André Borgman, yang harus mengambil cuti panjang untuk menyembuhkan penyakitnya. Lagu-lagu album ini lebih sederhana dan lebih lurus-maju dibandingkan dengan album sebelumnya, melestarikan pula suara ganda yang biasa dinamis dalam suara band. Pada tanggal 3 Maret 2006, band meninggalkan label
the Transmission Records, karena label jarang melakukan promosi untuk album mereka. Setelah keberangkatan ini, the Transmission Records merilis kompilasi Mea culpa, Pada bulan Oktober ditahun yang sama,After Forever  menandatangani kontrak dengan Nuclear Blast Records
Pada akhir tahun 2006 band ini membuat album terakhir mereka pada label
Nuclear Blast Records, yang berjudul titel diri mereka After Forever. Ini fitur penampilan featuring Annihilator gitaris Jeff Waters dan Doro Pesch. Video dari sesi rekaman tersedia untuk di-download di situs band. Album ini dirilis pada 23 April 2007.
Pada Januari 2008, Setelah Selamanya mengumumkan di situs mereka bahwa band ini akan mengambil istirahat minimal satu tahun, terutama untuk menilai masalah kesehatan dari vokalis dan gitaris Gommans Sander, yang telah absen lama dari tour conser untuk promo album
After Forever. Dalam sebuah wawancara dengan Ragnarok radio., Floor jensen mengatakan band ini akan berkumpul awal 2009 untuk membahas masa depan After Forever.
Pada tanggal 5 Februari 2009, After Forever mengumumkan bahwa mereka memutuskan untuk berhenti /libur panjang,
Selama tahun 2008 dan 2009, telah membuat mereka menyadari bahwa mereka tidak merasa gairah terhadap band lagi..
Setelah berpisah dari band, Gommans Sander diterbitkan pada tahun 2009  album
Overload Sistem dengan proyek solo HDK dan terus bekerja sebagai guru seni di sekolah tinggi. Floor Jansen memulai band baru bernama ReVamp dan menandatangani kontrak pada tahun 2010 dengan Nuclear Blast Records untuk album pertama mereka eponim. Joost van den Broek berkolaborasi dengan Gommans dan Jansen pada proyek-proyek baru musik mereka, sementara menghasilkan Crismes Metal Symphony show di 2008 dan 2009 bersama   Stream of Passion's dalam album The Flame Within.. Gitaris Bas Maas bergabung dengan live band pendukung Jerman hard rock penyanyi Doro Pesch  di tahun 2008.

PERSONILFloor Jansen selama conser After Forever di Masters of Rock 2007 festival di Zlín.
  • Personil Akhir

  • Floor Jansen - Lead vocals (1997–2009)
  • Sander Gommans - Guitar, grunts (1995–2009)
  • Bas Maas – Guitar, vocals (2002–2009)
  • Luuk van Gerven - Bass guitar(1996–2009)
  • André Borgman - Drums, percussion (2000–2009)
  • Joost van den Broek - Keyboards (2004–2009)
  • Mantan anggota  
  • Mark Jansen - Guitars, grunts (1995–2002)
  • Joep Beckers - Drums, percussion (1995–2000)
  • Jack Driessen - Keyboards (1995–2000)
  • Lando van Gils - Keyboards (2000–2004)
  • Guests
  • Sharon den Adel - Guest vocals on song "Beyond Me" (Prison Of Desire)
  • Melissa 't Hart - Soprano on songs "Mea Culpa", "Leaden Legacy", "Follow In The Cry", "Silence From Afar" and "Yield To Temptation" (Prison Of Desire)
  • Simone Simons - Vocals on song "Beyond Me" (Live in Hardenberg 26 December 2007)
  • Irene Jansen - Vocals on song "Who I Am" (Live in Tilburg 23 December 2007)
  • George Oosthoek - Vocals on the 2007 tour, replacing Sander Gommans
  • Doro Pesch - Vocals on song "Who I Am" (Release Party @ Tivoli 17. April 2007 Tilburg)
  • Mark Jansen - Guitars and vocals on song "Beyond Me" (Live in Hardenberg 26 December 2007)
  • Arjen Anthony Lucassen - Guitars on song "Who Wants to Live Forever" (Emphasis/Who Wants to Live Forever)
  • Jeff Waters - Guitars on song "De-Energized" (After Forever)
  • Rannveig Sif Sigurdardottir - Mezzo-soprano (After Forever)
  • Amanda Somerville - Alto (Remagine, After Forever)
  • Yvonne Rooda - Alto (Prison Of Desire)
  • Previn Moore - Bass (After Forever)
  • Hans Cassa - Bass (Prison Of Desire)
  • Caspar De Jonge - Tenor (Prison Of Desire)


Discography

Studio albums

  1. Prison of Desire (2000)
  2. Decipher (2001)
  3. Invisible Circles (2004)
  4. Remagine (2005)
  5. After Forever (2007)

    EPs

  • Exordium (2003)

    Singles

    1. "Follow In The Cry" (2000)
    2. "Emphasis/Who Wants To Live Forever" (2002)
    3. "Monolith Of Doubt" (2002)
    4. "My Choice/The Evil That Men Do" (2003)
    5. "Digital Deceit" (2004)
    6. "Being Everyone" (2005)
    7. "Two Sides/Boundaries Are Open" (2006)
    8. "Energize Me" (2007)
    9. "Equally Destructive" (2007)

      Demos

      • Ephemeral (1999) 
      • Wings of Illusion (1999)

        Compilations

        • Mea Culpa (2006)

        UNSUN

        UnSun adalah band  gothic metal Polandia yang dibentuk oleh mantan gitaris Maurycy mantan gitaris "Mauser" Stefanowicz yang juga bermain di band death metal Vader. Album debut mereka yang berjudul The End of Life, dirilis pada tanggal 22 September 2008 oleh Century Media Records.album kedua kedua mereka  Clinic for Dolls dirilis pada 11 Oktober, 2010 melalui Mystic Production
        • Sejarah
        UnSun didirikan oleh mantan gitaris Vader Mauser dan vokalisnya Aya. Awalnya bernama UNSEEN, mereka kemudian berganti nama menjadi UNSUN untuk mencerminkan pengaruh pencampuran mereka death metal dan melodis vokal. Mauser dan Aya menambahkan musisi tambahan untuk melengkapi band. 
        Pada tahun 2007, band itu menandatangani kontrak pertamanya dengan Mystic Production.

        • The End of Life (2008)

           Pada awal 2008, Anna dan Maurycy Stefanowicz mulai menulis album pertama mereka, The End of Life, yang direkam di Studio-X pada 2008, dan dirilis di seluruh dunia melalui Century Media Record pada 22 September 2008. Pada tahun yang sama UNSUN melakukan show/konser yang dinamai Black Sun Tour di Polandia dengan Votum dan Black River. 
        • Clinic for Dolls (2010)

        Mystic Production label rekaman band UNSUN ini, mengumumkan dalam sebuah pernyataan pers pada tanggal 24 Juni 2010 yang menyatakan UNSUN mulai merekam album kedua, yang dijadwalkan untuk rilis pada 11 Oktober 2010. Menurut siaran pers, trek vokal direkam di Studio X di Olsztyn dan semua instrumen yang dimuat di Hertz Studio (Behemoth, Vader, Decapitated) di Bialystok. Karya seni cover album dibuat oleh Hi-Res Studio, yang juga meangani sesi foto terbaru band.
        Dan masih pada tahun 2010 dibulan Oktober, UNSUN melakukan tour concer lagiyang dinamai "Tour Rubicon" yang didukung band TRISTANIA.
         

        • Personil unsun saat ini

            
        Anna "Aya" Stefanowicz - vokal (2006 -)
            
        Maurycy "Mauser" Stefanowicz - gitar (2006 -)
            
        Patryk "Patrick" Malinowski - bas (2010 -)
            
        Wojtek "Gonzo" Błaszkowski - drum (2010 -)
        Mantan personil
            
        Filip "Heinrich" Hałucha - gitar bass (2006-2010)
            
        Wawrzyniec "Vaaver" Dramowicz - drum (2006-2010)

        • Diskografi 
        1.The End of Life  

        adalah album debut band UNSUN. Dirilis pada 22 September 2008 sebuah video musik yang dibuat untuk lagu Whisper.
        • trek list
        1.     "Whispers" - 3:33
        2.     "Lost Innocence" - 3:18
        3.     "Blinded by Hatred" - 3:33
        4.     "Face the Truth" - 5:05
        5.     "The Other Side" - 4:03
        6.     "Destiny" - 3:54
        7.     "Memories" - 3:50
        8.     "Bring Me to Heaven" - 4:45
        9.     "On the Edge" - 3:34
        10.     "Closer to Death" - 3:44
        11.     "Indifference" - 3:00

        Personnel

        • Anna "Aya" Stefanowicz - lead vocals
        • Maurycy "Mauser" Stefanowicz - lead guitar, rhythm guitar
        • Filip "Heinrich" Hałucha - bass guitar
        • Wawrzyniec "Vaaver" Dramowicz - drums
        2.Clinic for Dolls
         adalah album kedua UNSUN. Dirilis pada tanggal 11 Oktober 2010 [2]. Sebuah video musik diciptakan untuk lagu Home. Video klip di sebuah stasiun kereta api dengan adegan bergantian antara bermain band dan Aya di kereta api. Pada akhir video jembatan kereta runtuh dan semua orang di kereta dikatakan mati menurut sebuah artikel koran. Kecelakaan ini terbukti menjadi kesalahan arsitek jembatan.

        • trek list
        1. "The Lost Way" (Anna "Aya" Stefanowicz, Maurycy "Mauser" Stefanowicz) - 5:38
        2. "Clinic for Dolls" (Maurycy "Mauser" Stefanowicz, Małgorzata Zielińska) - 4:18
        3. "Time" (Anna "Aya" Stefanowicz, Maurycy "Mauser" Stefanowicz) - 4:26
        4. "Mockers" (Anna "Aya" Stefanowicz, Maurycy "Mauser" Stefanowicz) - 4:07
        5. "Not Enough" (Maurycy "Mauser" Stefanowicz, Małgorzata Zielińska) - 4:15
        6. "The Last Tears" (Anna "Aya" Stefanowicz, Maurycy "Mauser" Stefanowicz) - 4:19
        7. "Home" (Anna "Aya" Stefanowicz, Maurycy "Mauser" Stefanowicz) - 4:26
        8. "I Ceased" (Maurycy "Mauser" Stefanowicz, Małgorzata Zielińska) - 4:36
        9. "A Single Touch" (Anna "Aya" Stefanowicz, Maurycy "Mauser" Stefanowicz) - 4:35
        10. "Why" (Maurycy "Mauser" Stefanowicz, Małgorzata Zielińska) - 3:30
        • Personnel



        • Anna "Aya" Stefanowicz - lead vocals
        • Maurycy "Mauser" Stefanowicz - lead guitar, rhythm guitar
        • Filip "Heinrich" Hałucha - bass guitar
        • Wawrzyniec "Vaaver" Dramowicz - drums 
        Awards and nominations 
        Metal Female Voices Festival 2009

        Host:
        whats up bro.!
        Bagi siapa aja yg punya artikel,event info,gigs or another about music gothic/drakness, silahkan muntahkan disini
        VIVA VOREFER FOR METAL.!

        we are extremist not terrorist

        Minggu, 26 Juni 2011

        EVANESCENCE

        Evanescence didirikan oleh Amy Lee dan mantan gitaris Ben Moody. Mereka berdua berjumpa pada sebuah kamp anak muda di Arkansas, dimana Moody mendengar Lee bermain lagu I'd Do Anything for Love (But I Won't Do That) karangan Meat Loaf pada sebuah piano.
        Kemudian pasangan ini menemukan bahwa mereka sama-sama tertarik terhadap Jimi Hendrix dan Björk. Kemudian mereka bersama-sama menulis lagu (yang pertama adalah "Solitude" oleh Amy Lee, diikuti dengan "Understanding" oleh Ben Moody, "Give Unto Me" oleh Amy Lee. Kemudian lagu keempat yang mereka tulis adalah "My Immortal"). Lagu-lagu ini lalu diubah sedikit secara lirik dan musiknya oleh Ashley Hincher. Oleh karena itu nama keduanya ditemukan pada bagian credit.
        Untuk beberapa saat, mereka tidak dapat menemukan musisi lainnya yang bisa bermain dengan mereka dan tidak memiliki dana untuk membayar asistensi profesional, jadi mereka tidak bisa bermain musik secara live. Namun dua lagu mereka "Understanding" dan "Give Unto Me", bisa masuk tangga musik lokal dan permintaan untuk pertunjukan live mulai meningkat. Setelah grup ini akhirnya bisa berpentas, mereka akhirnya menjadi salah satu pementasan terpopuler di daerah mereka. Mereka berpentas menggunakan beberapa nama termasuk "Childish Intentions" dan "Stricken," sebelum memutuskan untuk menggunakan nama "Evanescence" (yang artinya adalah "berpudar", atau "menguap seperti asap"). Amy pernah berkata bahwa ia menyenangi nama ini karena nama ini misterius dan gelap dan meninggalkan kesan yang mendalam dalam benak seseorang. Oleh karena itu ia menginginkan nama ini.

        Karya-karya awal

        Album perdana mereka, Origin (dirilis tahun 2000), kurang dikenal oleh masyarakat pecinta musik. Evanescence juga merilis dua EP, yang sekarang sangat dicari-cari para kolektor karena sangat langka: Evanescence EP (1998) dimana ada sekitar 100 eksemplar dan, Sound Asleep EP, yang juga dikenal sebagai e whisr EP (1999), dan terbatas pada 50 eksemplar.
        Tidak aneh, Origin dan kedua EP ini mengandung versi-versi demo dari beberapa lagu yang ada di album perdana mereka. Bahkan, rekaman lagu "My Immortal" juga ditemukan di Fallen selain terdapat di Origin, dikurangi beberapa instrumen pengiring. Namun Amy Lee sendiri menganggap bahwa rekaman ini bukan sebuah album yang sejati namun hanya sebuah kumpulan lagu-lagu demo (di mana beberapa di antara tidak dipentaskan secara baik) yang dikirimkan ke perusahaan-perusahaan musik. Hanya 2.500 eksemplar dari rekaman ini yang pernah dibuat dan dengan ini membatasi availability-nya hanya kepada beberapa yang mujur bisa membelinya pada tahun-tahun awal atau kepada mereka yang bersedia membayar ratusan dolar. Sebagai reaksi, Amy Lee bahkan mendorong para penggemar untuk men-download-nya dari internet pada sebuah wawancara.
        Tidak mengherankan beberapa perusahaan pembajakan menjual rekaman-rekaman bajakan Origin, biasanya sebagai "rilis ulang Rusia" dan pada harga yang tinggi. Oleh karena itu disarankan bahwa para penggemar seyogyanya jangan membuang uang mereka pada sebuah eksemplar Origin karena kemungkinan besar bukan eksemplar asli dan tidak menguntungkan grup ini lagi.

        Fallen


        Gambar sampul Fallen
        Album utama pertama mereka "Fallen" sudah mendapatkan penghargaan 6x Platinum, dan berada selama 43 pada Billboard Top 10. Lalu lebih dari 12 juta eksemplar album ini laku terjual.
        Single Evanescence utama yang pertama; "Bring Me to Life" merupakan sebuah dobrakan dunia bagi band ini dan mencapai urutan ke-5 pada Billboard Hot 100 di Amerika Serikat, sementara "My Immortal" yang sama-sama populer mencapai urutan ke-7 di AS. Lalu dimasukkannya lagu-lagu ini dalam soundtrack film Daredevil menolong mereka menjadi populer dan membuat posisi mereka di dunia musik menjadi kokoh.
        Lalu single "Bring Me to Life" juga mendapatkan pengakuan untuk band ini pada Grammy Awards of 2004, dimana band ini diberi penghargaan Grammy Award for Best Hard Rock Performance. Pada waktu yang sama, Evanescence juga diberi penghargaan Grammy Award for Best New Artist.
        Dua single dari album Fallen yang dirilis termasuk "Going Under" dan "Everybody's Fool", yang juga dibuatkan video klip.
        Lalu lagu Breathe No More yang sebelumnya belum dirilis, termasuk pada soundtrack film Elektra yang dirilis tahun 2005.

        Kepergian Ben

        Pada 22 Oktober 2003, Moody secara tiba-tiba meninggalkan band ini, padahal sedang berada di tengah-tengah tur Eropa. Alasannya mula-mula yang dilaporkan karena mereka mengalami "perbedaan secara kreatif." Namun pada sebuah wawancara beberapa bulan kemudian, Amy Lee berkata: "Kami mencapai suatu titik dimana jika tidak sesuatu halpun berubah, kami tidak akan bisa membuat album kedua."
        Setelah saat itu, Amy Lee pernah berkata bahwa kepergiaan Ben hampir bisa dikatakan melegakan karena keberadaannya menciptakan ketegangan dalam band. Terry Balsamo dari band Cold mengganti Moody. Belum lama ini Moody mengaku dalam sebuah wawancara bahwa ia mengidap bipolar disorder, namun meninggalkan terapi narkoba dan alkohol ketika ia sedang terlihat pertikaian dengan Evanescence. Ia juga berkata bahwa lagu yang ditulisnya ketika kepergiannya secara tiba-tiba dan berjudul "10/22", mula-mula ditulisnya untuk menjelek-jelekkan Amy Lee. Namun setelah berintrospeksi Moody membeberkan bahwa ia sebenarnya membicarakan dirinya sendiri dan bukan Lee.

        Anywhere But Home

        Anywhere But Home dirilis pada tahun 2004 pada format DVD/CD. . DVD ini merupakan rekaman dari pertunjukan mereka di Paris beserta beberapa fitur di belakang panggung, seperti penandatanganan CD dan warming up. CD-nya sendiri berisi beberapa lagu yang sebelumnya belum pernah dirilis seperti "Missing", "Breathe No More" (dari film Elektra) dan "Farther Away". Lalu dalam CD ini terdapat pula lagu cover Korn "Thoughtless" yang pernah mereka mainkan pada beberapa pertunjukan live.

        The Chronicles of Narnia

        Amy Lee diminta untuk menulis sebuah lagu tema untuk versi film tahun 2005 The Chronicles of Narnia: The Lion, the Witch and the Wardrobe, namun lagunya ditolak oleh para produser karena dianggap "terlalu gelap dan bersifat epos". Lee kala itu berpikir untuk menyesuaikan lagunya, namun akhirnya ia memutuskan bahwa "ia tidak akan pernah berkompromi mengenai karya seninya untuk apapun."
        Lee sudah memberikan sinyal bahwa para penggemar bisa mendengarkan lagu Nanrnia yang tak terpakai ini di masa depan. Pada halaman web EvBoard, papan pesan resmi Evanescence, Amy Lee berkata bahwa tidak ada yang hilang dan bahwa lagu ini merupakan bahan yang menarik untuk album baru mereka.

        Proyek-proyek terkini

        Evanescence sekarang sedang berada dalam persiapan rekaman album ketiga mereka yang akan dirilis di tahun 2010 ini. Lagu pertama dari album ini adalah "Call Me When You're Sober". Musik videonya berhasil mendapatkan posisi puncak di MTV untuk sembilan hari. Musik videonya diawali dengan Amy Lee bernyanyi menghadap keatas, lalu off-screen dimana dia diperlihatkan sedang makan malam dengan seorang pria. Pada bagian awal lagu, Amy Lee bernyanyi sambil mengelus seekor srigala. Pada bagian chorus kedua lagu, Amy Lee bernyanyi sambil menuruni tangga dan ditemani oleh empat orang penari latar bertema Gothic. Sambil Amy Lee menyanyi, mereka menari dengan teratur dan pada akhir bawah tangga, mereka berpose seakan memberi kekuatan pada Amy. Saat Amy menyanyikan bait "You never call me when you're sober", Amy dan keempat penari tersebut berdiri merendah, dan Amy terbang keatas perlahan. Saat hentakan lagu sebelum bagian akhir, keempat penari tadi juga terbang dan berputar-putar di sisi kiri dan kanan Amy. Pada chorus akhir lagu, Amy dengan pria tadi di meja makan berseteru, membuat Amy melompat ke meja dan menendangi semua peralatan makan dan -anehnya- juga kursi. Setelah menendangi semua peralatan makan dan kursi, Amy menyanyikan bait terakhir "I've made up your mind..", pria tadi berusaha mendekat namun ditahan oleh Amy. Scene berakhir dengan Amy yang bermain piano mengadahkan kepalanya keatas, dan sedikit tertawa 
        info lengkap klik gambar
         

        Host:
        whats up bro.!
        Bagi siapa aja yg punya artikel,event info,gigs or another about music gothic/drakness, silahkan muntahkan disini
        VIVA VOREFER FOR METAL.!

        we are extremist not terrorist

        SIRENIA

        Sirenia adalah sebuah band metal gothic dari Stavanger, Norwegia yang menggabungkan campuran gothic Metal dan shymphony Gothic, serta unsur-unsur extreme meta dan death metal. Lirik, ditulis oleh Morten Veland, ceritakan kisah konseptual longgar yang dimulai pada Gulma Widow, sementara dia masih anggota TRISTANIA
        Band ini menggunakan instrumental melodic, synthesizer dan gitar distorsi dengan vokal wanita, death vokal laki-laki, vokal laki-laki yang bersih, paduan suara dan biola. Lirik prihatin dengan keberadaan manusia, emosi, dan keadaan mental.
        Sirenia datang bersama-sama pada awal tahun 2001, ketika Morten berpisah dengan mantan band Tristania karena perbedaan pendapat dan perbedaan musik pribadi. Band ini gagal menemukan penyanyi yang cocok sebelum rekaman di Perancis, sehingga mereka melakukan audisi dan menemukan Fabienne Gondamin untuk merekam album debut mereka At sixes and Sevens.
        Pada tur berikutnya Fabienne Gondamin digantikan oleh Henriette Bordvik, dengan siapa band ini merekam album “AnElixir For existece” dan the EP “Sirenian Shores”.
        Pada November 2005 Henriette Bordvik meninggalkan band karena alasan pribadi.
        Pada tahun 2007 mereka merilis album ketiga “NineDestinies and Downfall” Album fitur penyanyi baru, Monika Pedersen dari Denmark, yang bergabung dengan band pada bulan April 2006, dan gitaris baru Bjornar Landa (dari Artefak), yang bergabung dengan band selama merekam.
        Pada tanggal 5 November 2007, Monika Pedersen keluar dari band atas perselisihan musik.Kepergiannya menyebabkan Sirenia untuk mundur dari tur Eropa direncanakan dengan Therion.
        Pada tanggal 9 April 2008, Sirenia mengumumkan Spanyol X Factor Ailyn kontestan sebagai vokalis baru wanita mereka.
        Pada 19 Mei 2008, diumumkan bahwa Bjørnar Landa meninggalkan band untuk memiliki lebih banyak waktu untuk keluarga dan studi. Ia kemudian digantikan oleh Michael S. Krumins (Green Carnation).
        Pada 12 Juni 2008, Sirenia mengumumkan bahwa untuk pertama kalinya dalam karir mereka, mereka telah memutuskan untuk bekerja dengan bassplayer untuk menunjukkan hidup mereka.Pemain bass sesi akan Kristian Olav Torp.
        Sirenia mulai merekam album keempat mereka pada bulan Juli 2008. Hal ini direkam pada Sound Suite Studios, Perancis dan Stargoth Studios, Norwegia. The mixing dan mastering berlangsung di Antfarm Studios, Denmark dengan Sel Madsen. Album baru, disebut ” The 13th Floor”, selesai pada September dan tanggal rilis 23 Januari 2009. Album ini memiliki penampilan tamu oleh Jan Kenneth Barkved. Single pertama,” The Path To decay”, dirilis pada tanggal 26 Desember 2008 sebagai download digital.
        Albums :

        * At Sixes and Sevens (2002)
        * An Elixir for Existence (2004)
        * Nine Destinies and a Downfall (2007)
        * The 13th Floor (2009

        EPs :

        * Sirenian Shores (2004)
        Singles & Promo Singles :

        * My Mind’s Eye
        * The Path To Decay

        Music videos :

        * My Mind’s Eye
        * The Other Side
        * The Path To Decay

        Anggota Sirenia
        Albums :

        * At Sixes and Sevens (2002)
        * An Elixir for Existence (2004)
        * Nine Destinies and a Downfall (2007)
        * The 13th Floor (2009)

        EPs :

        * Sirenian Shores (2004)
        Singles & Promo Singles :

        * My Mind’s Eye
        * The Path To Decay

        Music videos :

        * My Mind’s Eye
        * The Other Side
        * The Path To Decay

        Anggota Sirenia
        * Morten Veland – Lyrics, Composer, Programming, Harsh Vocals, Clean Vocals, Guitars, Bass, Drums, Keyboards (2001-Present)
        * Ailyn – Live Female Vocals (2008-Present), Female Vocals on “The 13th Floor (2009)”
        * Jonathan A. Perez – Live Drums (2003-Present), Drums on “Nine Destinies and a Downfall (2007)”
        * Michael S. Krumins – Live Guitar & Live Harsh Vocals (2008-Present)
        Former members
        * Kristian Gundersen – Live Guitar (2003-2004), Clean Vocals on “At Sixes and Sevens (2002)”, “An Elixir for Existence (2004)” & “Sirenian Shores (2004)”
        * Bjørnar Landa – Live Guitar (2004-2008)
        * Henriette Bordvik – Live Female Vocals (2003-2005), Female Vocals on “An Elixir for Existence (2004)” & “Sirenian Shores (2004)”
        * Monika Pedersen – Live Female Vocals (2006-2007), Female Vocals on “Nine Destinies and a Downfall (2007)”
        * Kristian Olav Torp – Live Bass (2008)
        * Roland Navratil – Live Drums (European Tour 2004-2005, 2009)
        Session Members
        * Fabienne Gondamin – Female Vocals on “At Sixes and Sevens (2002)”
        * Jan Kenneth Barkved – Clean Vocals on “At Sixes and Sevens (2002)” & “The 13th Floor (2009)”
        * Hans Henrik Varland – Keyboards on “At Sixes and Sevens (2002)”
        * Pete Johansen – Violin on “At Sixes and Sevens (2002)”
        * Anne Verdot – Violin on “An Elixir for Existence (2004)”
        * Stephanie Valentin – Violin on “The 13th Floor (2009)”
        * Damien Surian, Emilie Lesbros, Johanna Giraud, Hubert Piazzola – Choir on “At Sixes and Sevens (2002)”
        * Damien Surian, Mathieu Landry, Emmanuelle Zoldan, Sandrine Gouttebel, Emilie Lesbros – Choir on “An Elixir for Existence (2004)”
        * Damien Surian, Mathieu Landry, Emmanuelle Zoldan, Sandrine Gouttebel – Choir on “Nine Destinies and a Downfall (2007)”
        * Damien Surian, Mathieu Landry, Emmanuelle Zoldan, Sandrine Gouttebel, Emilie Lesbros – Choir on “The 13th Floor (2009)
        info lengkap klik





        Host:
        whats up bro.!
        Bagi siapa aja yg punya artikel,event info,gigs or another about music gothic/drakness, silahkan muntahkan disini
        VIVA VOREFER FOR METAL.!

        we are extremist not terrorist

        EPICA

        Epica adalah Progressive Metal/Gothic Metal/Symphonic Metal band dari Belanda yang didirikan pada tahun 2002 oleh gitaris dan vokalis Mark Jansen setelah keluar dari After Forever dengan nama Sahara Dust. Nama Epica diilhami oleh album Kamelot, "Epica".

        Epica menggambarkan musik mereka adalah jembatan antara Power Metal dan Gothic Metal. Musik yang agresif, bombastis dengan beberapa lagu yang epic, agung dan megah. Epica juga dikenal memiliki kecenderungan progresif, sementara suasana Gothic dan sentimentalitas juga hadir dalam musik mereka.

        Epica juga dikenal menggunakan paduan suara dan orkestra (terdiri dari dua laki-laki, enam wanita, sebuah string orkestra, tiga biola, dua violas, dua cello, dan double bass), dengan tambahan hiasan seperti kata yang diucapkan resital dan lirik dalam bahasa Latin dan bahasa Arab.

        Album debut mereka, The Phantom Agony, diproduksi oleh Sascha Paeth (dikenal karena telah menghasilkan band-band seperti Angra, Rhapsody of Fire dan Kamelot) dan dirilis pada akhir 2003.

        Album kedua Consign to Oblivion (2005), dipengaruhi oleh budaya Peradaban Maya.

        Pada tahun 2005 dan 2006 Epica melakukan tour di seluruh Amerika Utara dengan Kamelot, April 2008 dengan Into Eternity dan Symphony X.

        Anggota :
        Simone Simons – Mezzo Soprano Vokal (2003-Sekarang)
        Mark Jansen – Vokal, Rhythm (2002-Sekarang)
        Isaac Delahaye – Gitar (2009-Sekarang)
        Yves Huts – Bass (2002-Sekarang)
        Coen Janssen – Synthesizer, Piano (2002-Sekarang)
        Ariën van Weesenbeek – Drum (2006-Sekarang)

        Mantan Anggota :
        Helena Iren Michaelsen – Soprano Vokal (2002–2003)
        Jeroen Simons – Drum (2002–2006)
        Ad Sluijter – Gitar (2002–2008)

        info lenkapnya klik ja gambar

        Host:
        whats up bro.!
        Bagi siapa aja yg punya artikel,event info,gigs or another about music gothic/drakness, silahkan muntahkan disini
        VIVA VOREFER FOR METAL.!

        we are extremist not terrorist

        Kamis, 28 April 2011

        THE BEST FEMALE GOTHIC VOCAL versi PEY

        STREAM OF PASSION

        SIRENIA
         
        EPICA
         
        DELAIN
         
        WITHIN TEMTATION

        NIGHTWIS
         
        LACUNA COIL

        UNSUN
         
        KRYPTERIA
         
        XANDRIA
         
        EVANESCENCE

        Kamis, 21 April 2011

        AWAL MULA PERKEMBANGAN MUSIK GOTHIC INDONESIA

        Embrio kelahiran scene musik rock underground di Indonesia sulit dilepaskan dari evolusi rocker-rocker pionir era 70-an sebagai pendahulunya. Sebut saja misalnya God Bless, Gang Pegangsaan, Gypsy(Jakarta), Giant Step, Super Kid (Bandung), Terncem (Solo), AKA/SAS (Surabaya), Bentoel (Malang) hingga Rawe Rontek dari Banten. Mereka inilah generasi pertama rocker Indonesia. Istilah underground sendiri sebenarnya sudah digunakan Majalah Aktuil sejak awal era 70- an. Istilah tersebut digunakan majalah musik dan gaya hidup pionir asal Bandung itu untuk mengidentifikasi band-band yang memainkan musik keras dengan gaya yang lebih `liar’ dan `ekstrem’ untuk ukuran jamannya. Padahal kalau mau jujur, lagu-lagu yang dimainkan band- band tersebut di atas bukanlah lagu karya mereka sendiri, melainkan milik band-band luar negeri macam Deep Purple, Jefferson Airplane, Black Sabbath, Genesis, Led Zeppelin, Kansas, Rolling Stones hingga ELP. Tradisi yang kontraproduktif ini kemudian mencatat sejarah
        namanya sempat mengharum di pentas nasional. Sebut saja misalnya El Pamas, Grass Rock (Malang), Power Metal (Surabaya), Adi Metal Rock (Solo), Val Halla (Medan) hingga Roxx (Jakarta). Selain itu Log jugalah yang membidani lahirnya label rekaman rock yang pertama di Indonesia, Logiss Records. Produk pertama label ini adalah album
        ketiga God Bless, “Semut Hitam” yang dirilis tahun 1988 dan ludes hingga 400.000 kaset di seluruh Indonesia.

        Menjelang akhir era 80-an, di seluruh dunia waktu itu anak-anak muda sedang mengalami demam musik thrash metal. Sebuah perkembangan style musik metal yang lebih ekstrem lagi dibandingkan heavy metal. Band- band yang menjadi gods-nya antara lain Slayer, Metallica, Exodus, Megadeth, Kreator, Sodom, Anthrax hingga Sepultura. Kebanyakan kota- kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Surabaya, Malang hingga Bali, scene undergroundnya pertama kali lahir dari genre musik ekstrem tersebut. Di Jakarta sendiri komunitas metal pertama kali tampil di depan publik pada awal tahun 1988. Komunitas anak metal (saat itu istilah underground belum populer) ini biasa hang out di Pid Pub, sebuah pub kecil di kawasan pertokoan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Menurut Krisna J. Sadrach, frontman Sucker Head, selain nongkrong, anak-anak yang hang out di sana oleh Tante Esther, owner Pid Pub, diberi kesempatan untuk bisa manggung di sana. Setiap malam minggu biasanya selalu ada live show dari band-band baru di Pid Pub dan kebanyakan band-band tersebut mengusung musik rock atau metal.

        Band-band yang sering hang out di scene Pid Pub ini antara lain Roxx (Metallica & Anthrax), Sucker Head (Kreator & Sepultura), Commotion Of Resources (Exodus), Painfull Death, Rotor (Kreator), Razzle (GN’R), Parau (DRI & MOD), Jenazah, Mortus hingga Alien Scream (Obituary). Beberapa band diatas pada perjalanan berikutnya banyak yang membelah diri menjadi band-band baru. Commotion Of Resources adalah cikal bakal band gothic metal Getah, sedangkan Parau adalah embrio band death metal lawas Alien Scream. Selain itu Oddie, vokalis Painfull Death selanjutnya membentuk grup industrial Sic Mynded di Amerika Serikat bersama Rudi Soedjarwo (sutradara Ada Apa Dengan Cinta?). Rotor sendiri dibentuk pada tahun 1992 setelah cabutnya gitaris Sucker Head, Irvan Sembiring yang merasa konsep musik Sucker Head saat itu masih kurang ekstrem baginya.

        Semangat yang dibawa para pendahulu ini memang masih berkutat pola tradisi `sekolah lama’, bangga menjadi band cover version! Di antara mereka semua, hanya Roxx yang beruntung bisa rekaman untuk single pertama mereka, “Rock Bergema”. Ini terjadi karena mereka adalah salah satu finalis Festival Rock Se-Indonesia ke-V. Mendapat kontrak rekaman dari label adalah obsesi yang terlalu muluk saat itu. Jangankan rekaman, demo rekaman bisa diputar di radio saja mereka sudah bahagia. Saat itu stasiun radio yang rutin mengudarakan musik- musik rock/metal adalah Radio Bahama, Radio Metro Jaya dan Radio SK. Dari beberapa radio tersebut mungkin yang paling legendaris adalah Radio Mustang. Mereka punya program bernama Rock N’ Rhythm yang
        mengudara setiap Rabu malam dari pukul 19.00 – 21.00 WIB. Stasiun radio ini bahkan sempat disatroni langsung oleh dedengkot thrash metal Brasil, Sepultura, kala mereka datang ke Jakarta bulan Juni 1992. Selain medium radio, media massa yang kerap mengulas berita- berita rock/metal pada waktu itu hanya Majalah HAI, Tabloid Citra Musik dan Majalah Vista.

        Selain hang out di Pid Pub tiap akhir pekan, anak-anak metal ini sehari-harinya nongkrong di pelataran Apotik Retna yang terletak di daerah Cilandak, Jakarta Selatan. Beberapa selebritis muda yang dulu sempat nongkrong bareng (groupies?) anak-anak metal ini antara lain Ayu Azhari, Cornelia Agatha, Sophia Latjuba, Karina Suwandi hingga Krisdayanti. Aktris Ayu Azhari sendiri bahkan sempat dipersunting sebagai istri oleh (alm) Jodhie Gondokusumo yang merupakan vokalis Getah dan juga
        mantan vokalis Rotor.

        Tak seberapa jauh dari Apotik Retna, lokasi lain yang sering dijadikan lokasi rehearsal adalah Studio One Feel yang merupakan studio latihan paling legendaris dan bisa dibilang hampir semua band- band rock/metal lawas ibukota pernah rutin berlatih di sini. Selain Pid Pub, venue alternatif tempat band-band rock underground
        manggung pada masa itu adalah Black Hole dan restoran Manari Open Air di Museum Satria Mandala (cikal bakal Poster Café). Diluar itu, pentas seni MA dan acara musik kampus sering kali pula di “infiltrasi” oleh band-band metal tersebut. Beberapa pensi yang historikal di antaranya adalah Pamsos (SMA 6 Bulungan), PL Fair (SMA
        Pangudi Luhur), Kresikars (SMA 82), acara musik kampus Universitas
        Nasional (Pejaten), Universitas Gunadarma, Universitas Indonesia (Depok), Unika Atmajaya Jakarta, Institut Teknologi Indonesia (Serpong) hingga Universitas Jayabaya (Pulomas).

        Berkonsernya dua supergrup metal internasional di Indonesia, Sepultura (1992) dan Metallica (1993) memberi kontribusi cukup besar bagi perkembangan band-band metal sejenis di Indonesia. Tak berapa lama setelah Sepultura sukses “membakar” Jakarta dan Surabaya, band speed metal Roxx merilis album debut self-titled mereka di bawah
        label Blackboard. Album kaset ini kelak menjadi salah satu album speed metal klasik Indonesia era 90-an. Hal yang sama dialami pula oleh Rotor. Sukses membuka konser fenomenal Metallica selama dua hari berturut-turut di Stadion Lebak Bulus, Rotor lantas merilis album thrash metal major labelnya yang pertama di Indonesia, Behind The 8th Ball (AIRO). Bermodalkan rekomendasi dari manajer tur Metallica dan honor 30 juta rupiah hasil dua kali membuka konser Metallica, para personel Rotor (minus drummer Bakkar Bufthaim) lantas eksodus ke negeri Paman Sam untuk mengadu nasib. Sucker Head sendiri tercatat paling telat dalam merilis album debut dibanding band
        seangkatan mereka lainnya. Setelah dikontrak major label lokal, Aquarius
        Musikindo, baru di awal 1995 mereka merilis album `The Head Sucker’. Hingga kini Sucker Head tercatat sudah merilis empat buah album.

        Dari sedemikian panjangnya perjalanan rock underground di tanah air, mungkin baru di paruh pertama dekade 90-anlah mulai banyak terbentuk scene-scene underground dalam arti sebenarnya di Indonesia. Di Jakarta sendiri konsolidasi scene metal secara masif berpusat di Blok M sekitar awal 1995. Kala itu sebagian anak-anak metal sering
        terlihat nongkrong di lantai 6 game center Blok M Plaza dan di sebuah resto waralaba terkenal di sana. Aktifitas mereka selain hang out adalah bertukar informasi tentang band-band lokal daninternasional, barter CD, jual-beli t-shirt metal hingga merencanakan pengorganisiran konser. Sebagian lagi yang lainnya memilih hang out di basement Blok Mall yang kebetulan letaknya berada di bawah tanah.

        Pada era ini hype musik metal yang masif digandrungi adalah subgenre yang makin ekstrem yaitu death metal, brutal death metal, grindcore, black metal hingga gothic/doom metal. Beberapa band yang makin mengkilap namanya di era ini adalah Grausig, Trauma, Aaarghhh, Tengkorak, Delirium Tremens, Corporation of Bleeding, Adaptor, Betrayer, Sadistis, Godzilla dan sebagainya. Band grindcore Tengkorak pada tahun 1996 malah tercatat sebagai band yang pertama kali merilis mini album secara independen di Jakarta dengan judul `It’s A Proud To Vomit Him’. Album ini direkam secara profesional di Studio Triple M, Jakarta dengan sound engineer Harry Widodo (sebelumnya pernah menangani album Roxx, Rotor, Koil, Puppen dan PAS).

        Tahun 1996 juga sempat mencatat kelahiran fanzine musik underground pertama di Jakarta, Brainwashed zine. Edisi pertama Brainwashed terbit 24 halaman dengan menampilkan cover Grausig dan profil band Trauma, Betrayer serta Delirium Tremens. Di ketik di komputer berbasis system operasi Windows 3.1 dan lay-out cut n’ paste tradisional, Brainwashed kemudian diperbanyak 100 eksemplar dengan mesin foto kopi milik saudara penulis sendiri. Di edisi-edisi berikutnya Brainwashed mengulas pula band-band hardcore, punk bahkan ska. Setelah terbit fotokopian hingga empat edisi, di tahun 1997 Brainwashed sempat dicetak ala majalah profesional dengan cover
        penuh warna. Hingga tahun 1999 Brainwashed hanya kuat terbit hingga tujuh edisi, sebelum akhirnya di tahun 2000 penulis menggagas format e-zine di internet (www.bisik.com). Media-media serupa yang selanjutnya lebih konsisten terbit di Jakarta antara lain Morbid Noise zine, Gerilya zine, Rottrevore zine, Cosmic zine dan
        sebagainya.

        29 September 1996 menandakan dimulainya sebuah era baru bagi perkembangan rock underground di Jakarta. Tepat pada hari itulah digelar acara musik indie untuk pertama kalinya di Poster Café. Acara bernama “Underground Session” ini digelar tiap dua minggu sekali pada malam hari kerja. Café legendaris yang dimiliki rocker gaek
        Ahmad Albar ini banyak melahirkan dan membesarkan scene musik indie baru yang memainkan genre musik berbeda dan lebih variatif. Lahirnya scene Brit/indie pop, ledakan musik ska yang fenomenal era 1997 – 2000 sampai tawuran massal bersejarah antara sebagian kecil massa Jakarta dengan Bandung terjadi juga di tempat ini. Getah,
        Brain The Machine, Stepforward, Dead Pits, Bloody Gore, Straight Answer, Frontside, RU Sucks, Fudge, Jun Fan Gung Foo, Be Quiet, Bandempo, Kindergarten, RGB, Burning Inside, Sixtols, Looserz, HIV, Planet Bumi, Rumahsakit, Fable, Jepit Rambut, Naif, Toilet Sounds, Agus Sasongko & FSOP adalah sebagian kecil band-band yang `kenyang’ manggung di sana.

        10 Maret 1999 adalah hari kematian scene Poster Café untuk selama- lamanya. Pada hari itu untuk terakhir kalinya diadakan acara musik di sana (Subnormal Revolution) yang berujung kerusuhan besar antara massa punk dengan warga sekitar hingga berdampak hancurnya beberapa mobil dan unjuk giginya aparat kepolisian dalam membubarkan massa. Bubarnya Poster Café diluar dugaan malah banyak melahirkan venue- venue alternatif bagi masing-masing scene musik indie. Café Kupu- Kupu di Bulungan sering digunakan scene musik ska, Pondok Indah Waterpark, GM 2000 café dan Café Gueni di Cikini untuk scene Brit/indie pop, Parkit De Javu Club di Menteng untuk gigs punk/hardcore dan juga indie pop. Belakangan BB’s Bar yang super- sempit di Menteng sering disewa untuk acara garage rock-new wave-mellow punk juga rock yang kini sedang hot, seperti The Upstairs, Seringai, The Brandals, C’mon Lennon, Killed By Butterfly, Sajama Cut,
        Devotion dan banyak lagi. Di antara semuanya, mungkin yang paling `netral’ dan digunakan lintas-scene cuma Nirvana Café yangterletak di basement Hotel Maharadja, Jakarta Selatan. Di tempat ini pulalah, 13 Januari 2002 silam, Puppen `menghabisi riwayat’ mereka dalam sebuah konser bersejarah yang berjudul, “Puppen : Last Show Ever”, sebuah rentetan show akhir band Bandung ini sebelum membubarkan diri.

        Scene Punk/Hardcore/Brit/Indie Pop

        Invasi musik grunge/alternative dan dirilisnya album Kiss This dari Sex Pistols pada tahun 1992 ternyata cukup menjadi trigger yang ampuh dalam melahirkan band-band baru yang tidak memainkan musik metal. Misalnya saja band Pestol Aer dari komunitas Young Offender yang diawal kiprahnya sering meng-cover lagu-lagu Sex Pistols lengkap dengan dress-up punk dan haircut mohawknya. Uniknya, pada perjalanan selanjutnya, sekitar tahun 1994, Pestol Aer kemudian mengubah arah musik mereka menjadi band yang mengusung genre british/indie pop ala The Stone Roses. Konon, peristiwa historik ini
        kemudian menjadi momen yang cukup signifikan bagi perkembangan scene british/indie pop di Jakarta. Sebelum bubar, di pertengahan 1997 mereka sempat merilis album debut bertitel `…Jang Doeloe’. Generasi awal dari scene brit pop ini antara lain adalah band Rumahsakit, Wondergel, Planet Bumi, Orange, Jellyfish, Jepit Rambut, Room-V,
        Parklife hingga Death Goes To The Disco.

        Pestol Aer memang bukan band punk pertama, ibukota ini di tahun 1989 sempat melahirkan band punk/hardcore pionir Antiseptic yang kerap memainkan nomor-nomor milik Black Flag, The Misfits, DRI sampai Sex Pistols. Lukman (Waiting Room/The Superglad) dan Robin (Sucker Head/Noxa) adalah alumnus band ini juga. Selain sering manggung di Jakarta, Antiseptic juga sempat manggung di rockfest legendaris Bandung, Hullabaloo II pada akhir 1994. Album debut Antiseptic sendiri yang bertitel `Finally’ baru rilis delapan tahun kemudian (1997) secara D.I.Y. Ada juga band alternatif seperti Ocean yang memainkan musik ala Jane’s Addiction dan lainnya, sayangnya mereka tidak sempat merilis rekaman.

        Selain itu, di awal 1990, Jakarta juga mencetak band punk rock The Idiots yang awalnya sering manggung meng-cover lagu-lagu The Exploited. Nggak jauh berbeda dengan Antiseptic, baru sembilan tahun kemudian The Idiots merilis album debut mereka yang bertitel `Living Comfort In Anarchy’ via label indie Movement Records. Komunitas-
        komunitas punk/hardcore juga menjamur di Jakarta pada era 90-an tersebut. Selain komunitas Young Offender tadi, ada pula komunitas South Sex (SS) di kawasan Radio Dalam, Subnormal di Kelapa Gading, Semi-People di Duren Sawit, Brotherhood di Slipi, Locos di Blok M hingga SID Gank di Rawamangun.

        Sementara rilisan klasik dari scene punk/hardcore Jakarta adalah album kompilasi Walk Together, Rock Together (Locos Enterprise) yang rilis awal 1997 dan memuat singel antara lain dari band Youth Against Fascism, Anti Septic, Straight Answer, Dirty Edge dan sebagainya. Album kompilasi punk/hardcore klasik lainnya adalah Still One, Still Proud (Movement Records) yang berisikan singel dari Sexy Pig, The Idiots, Cryptical Death hingga Out Of Control.

        Bandung scene

        Di Bandung sekitar awal 1994 terdapat studio musik legendaris yang menjadi cikal bakal scene rock underground di sana. Namanya Studio Reverse yang terletak di daerah Sukasenang. Pembentukan studio ini digagas oleh Richard Mutter (saat itu drummer PAS) dan Helvi. Ketika semakin berkembang Reverse lantas melebarkan sayap bisnisnya dengan
        membuka distro (akronim dari distribution) yang menjual CD, kaset, poster, t-shirt, serta berbagai aksesoris import lainnya. Selain distro, Richard juga sempat membentuk label independen 40.1.24 yang rilisan pertamanya di tahun 1997 adalah kompilasi CD yang bertitel “Masaindahbangetsekalipisan.” Band-band indie yang ikut serta di kompilasi ini antara lain adalah Burger Kill, Puppen, Papi, Rotten To The Core, Full of Hate dan Waiting Room, sebagai satu- satunya band asal Jakarta.

        Band-band yang sempat dibesarkan oleh komunitas Reverse ini antara lain PAS dan Puppen. PAS sendiri di tahun 1993 menorehkan sejarah sebagai band Indonesia yang pertama kali merilis album secara independen. Mini album mereka yang bertitel “Four Through The S.A.P” ludes terjual 5000 kaset dalam waktu yang cukup singkat. Mastermind yang melahirkan ide merilis album PAS secara independen tersebut adalah (alm) Samuel Marudut. Ia adalah Music Director Radio GMR, sebuah stasiun radio rock pertama di Indonesia yang kerap memutar demo-demo rekaman band-band rock amatir asal Bandung, Jakarta dan sekitarnya. Tragisnya, di awal 1995 Marudut ditemukan tewas tak bernyawa di kediaman Krisna Sucker Head di Jakarta. Yang mengejutkan, kematiannya ini, menurut Krisna, diiringi lagu The End dari album Best of The Doors yang diputarnya pada tape di kamar Krisna. Sementara itu Puppen yang dibentuk pada tahun 1992 adalah salah satu pionir hardcore lokal yang hingga akhir hayatnya di tahun 2002 sempat merilis tiga album yaitu, Not A Pup E.P. (1995), MK II (1998) dan Puppen s/t (2000). Kemudian menyusul Pure Saturday dengan albumnya yang self-titled. Album ini kemudian dibantu promosinya oleh Majalah Hai. Kubik juga mengalami hal yang sama, dengan cara bonus kaset 3 lagu sebelum rilis albumnya.

        Agak ke timur, masih di Bandung juga, kita akan menemukan sebuah komunitas yang menjadi episentrum underground metal di sana, komunitas Ujung Berung. Dulunya di daerah ini sempat berdiri Studio Palapa yang banyak berjasa membesarkan band-band underground cadas macam Jasad, Forgotten, Sacrilegious, Sonic Torment, Morbus Corpse, Tympanic Membrane, Infamy, Burger Kill dan sebagainya. Di sinilah kemudian pada awal 1995 terbit fanzine musik pertama di Indonesia yang bernama Revograms Zine. Editornya Dinan, adalah vokalis band Sonic Torment yang memiliki single unik berjudul “Golok Berbicara”. Revograms Zine tercatat sempat tiga kali terbit dan kesemua materi isinya membahas band-band metal/hardcore lokal maupun internasional.

        Kemudian taklama kemudian fanzine indie seperti Swirl, Tigabelas, Membakar Batas dan yang lainnya ikut meramaikan media indie. Ripple dan Trolley muncul sebagai majalah yang membahas kecenderungan subkultur Bandung dan jug lifestylenya. Trolley bangkrut tahun 2002, sementara Ripple berubah dari pocket magazine ke format majalah standar. Sementara fanzine yang umumnya fotokopian hingga kini masih terus eksis. Serunya di Bandung tak hanya musik ekstrim yang maju tapi juga scene indie popnya. Sejak Pure Saturday muncul, berbagai band indie pop atau alternatif, seperti Cherry Bombshell, Sieve, Nasi Putih hingga yang terkini seperti The Milo, Mocca, Homogenic. Begitu pula scene ska yang sebenarnya sudah ada jauh sebelum trend ska besar. Band seperti Noin Bullet dan Agent Skins sudah lama mengusung genre musik ini.

        Siapapun yang pernah menyaksikan konser rock underground di Bandung pasti takkan melupakan GOR Saparua yang terkenal hingga ke berbagai pelosok tanah air. Bagi band-band indie, venue ini laksana gedung keramat yang penuh daya magis. Band luar Bandung manapun kalau belum di `baptis’ di sini belum afdhal rasanya. Artefak subkultur bawah tanah Bandung paling legendaris ini adalah saksi bisu digelarnya beberapa rock show fenomenal seperti Hullabaloo, Bandung Berisik hingga Bandung Underground. Jumlah penonton setiap acara-acara di atas tergolong spektakuler, antara 5000 – 7000 penonton! Tiket masuknya saja sampai diperjualbelikan dengan harga fantastis segala oleh para calo. Mungkin ini merupakan rekor tersendiri yang belum terpecahkan hingga saat ini di Indonesia untuk ukuran rock show underground.

        Sempat dijuluki sebagai barometer rock underground di Indonesia, Bandung memang merupakan kota yang menawarkan sejuta gagasan-gagasan cerdas bagi kemajuan scene nasional. Booming distro yang melanda seluruh Indonesia saat ini juga dipelopori oleh kota ini. Keberhasilan menjual album indie hingga puluhan ribu keping yang dialami band Mocca juga berawal dari kota ini. Bahkan Burger Kill, band hardcore Indonesia yang pertama kali teken kontrak dengan major label, Sony Music Indonesia, juga dibesarkan di kota ini. Belum lagi majalah Trolley (RIP) dan Ripple yang seakan menjadi reinkarnasi Aktuil di jaman sekarang, tetap loyal memberikan porsi terbesar liputannya bagi band-band indie lokal keren macam Koil, Kubik, Balcony, The Bahamas, Blind To See, Rocket Rockers, The Milo, Teenage Death Star, Komunal hingga The S.I.G.I.T. Coba cek webzine Bandung, Death Rock Star (www.deathrockstar.tk) untuk membuktikannya. Asli, kota yang satu ini memang nggak ada matinya!

        Scene Jogjakarta

        Kota pelajar adalah julukan formalnya, tapi siapa sangka kalau kota ini ternyata juga menjadi salah satu scene rock underground terkuat di Indonesia? Well, mari kita telusuri sedikit sejarahnya. Komunitas metal underground Jogjakarta salah satunya adalah Jogja Corpsegrinder. Komunitas ini sempat menerbitkan fanzine metal Human Waste, majalah Megaton dan menggelar acara metal legendaris di sana, Jogja Brebeg. Hingga kini acara tersebut sudah terselenggara sepuluh kali! Band-band metal underground lawas dari kota ini antara lain Death Vomit, Mortal Scream, Impurity, Brutal Corpse, Mystis, Ruction.

        Untuk scene punk/hardcore/industrial-nya yang bangkit sekitar awal 1997 tersebutlah nama Sabotage, Something Wrong, Noise For Violence, Black Boots, DOM 65, Teknoshit hingga yang paling terkini, Endank Soekamti. Sedangkan untuk scene indie rock/pop, beberapa nama yang patut di highlight adalah Seek Six Sick, Bangkutaman, Strawberry’s Pop sampai The Monophones. Selain itu, band ska paling keren yang pernah terlahir di Indonesia, Shaggy Dog, juga berasal dari kota ini. Shaggy Dog yang kini dikontrak EMI belakangan malah sedang asyik menggelar tur konser keliling Eropa selama 3 bulan! Kota gudeg ini tercatat juga pernah menggelar Parkinsound, sebuah festival musik elektronik yang pertama di Indonesia. Parkinsound #3 yang diselenggarakan tanggal 6 Juli 2001 silam di antaranya menampilkan Garden Of The Blind, Mock Me Not, Teknoshit, Fucktory, Melancholic Bitch hingga
        Mesin Jahat.

        Scene Surabaya

        Scene underground rock di Surabaya bermula dengan semakin tumbuh-berkembangnya band-band independen beraliran death metal/grindcore sekitar pertengahan tahun 1995. Sejarah terbentuknya berawal dari event Surabaya Expo (semacam Jakarta Fair di DKI - Red) dimana band- band underground metal seperti, Slowdeath, Torture, Dry, Venduzor, Bushido manggung di sebuah acara musik di event tersebut.

        Setelah event itu masing-masing band tersebut kemudian sepakat untuk mendirikan sebuah organisasi yang bernama Independen. Base camp dari organisasi yang tujuan dibentuknya sebagai wadah pemersatu serta sarana sosialisasi informasi antar musisi/band underground metal ini waktu itu dipusatkan di daerah Ngagel Mulyo atau tepatnya di studio milik band Retri Beauty (band death metal dengan semua personelnya cewek, kini RIP - Red). Anggota dari organisasi yang merupakan cikal bakal terbentuknya scene underground metal di Surabaya ini memang sengaja dibatasi hanya sekitar 7-10 band saja.

        Rencana pertama Independen waktu itu adalah menggelar konser underground rock di Taman Remaja, namun rencana ini ternyata gagal karena kesibukan melakukan konsolidasi di dalam scene. Setelah semakin jelas dan mulai berkembangnya scene underground metal di Surabaya pada akhir bulan Desember 1997 organisasi Independen resmi dibubarkan. Upaya ini dilakukan demi memperluas jaringan agar semakin tidak tersekat-sekat atau menjadi terkotak-kotak komunitasnya.

        Pada masa-masa terakhir sebelum bubarnya organisasi Independen, divisi record label mereka tercatat sempat merilis beberapa buah album milik band-band death metal/grindcore Surabaya. Misalnya debut album milik Slowdeath yang bertitel “From Mindless Enthusiasm to Sordid Self-Destruction” (September 96), debut album Dry berjudul “Under The Veil of Religion” (97), Brutal Torture “Carnal Abuse”, Wafat “Cemetery of Celerage” hingga debut album milik Fear Inside
        yang bertitel “Mindestruction”. Tahun-tahun berikutnya barulah underground metal di Surabaya dibanjiri oleh rilisan-rilisan album milik Growl, Thandus, Holy Terror, Kendath hingga Pejah.

        Sebagai ganti Independen kemudian dibentuklah Surabaya Underground Society (S.U.S) tepat di malam tahun baru 1997 di kampus Universitas 45, saat diselenggarakannya event AMUK I. Saat itu di Surabaya juga telah banyak bermunculan band-band baru dengan aliran musik black metal. Salah satu band death metal lama yaitu, Dry kemudian berpindah konsep musik seiring dengan derasnya pengaruh musik black metal di Surabaya kala itu.

        Hanya bertahan kurang lebih beberapa bulan saja, S.U.S di tahun yang sama dilanda perpecahan di dalamnya. Band-band yang beraliran black metal kemudian berpisah untuk membentuk sebuah wadah baru bernama ARMY OF DARKNESS yang memiliki basis lokasi di daerah Karang Rejo. Berbeda dengan black metal, band-band death metal selanjutnya memutuskan tidak ikut membentuk organisasi baru. Selanjutnya di bulan September 1997 digelar event AMUK II di IKIP Surabaya. Event ini kemudian mencatat sejarah sendiri sebagai event paling sukses di Surabaya kala itu. 25 band death metal dan black metal tampil sejak pagi hingga sore hari dan ditonton oleh kurang lebih 800 – 1000 orang. Arwah, band black metal asal Bekasi juga turut tampil di even tersebut sebagai band undangan.

        Scene ekstrem metal di Surabaya pada masa itu lebih banyak didominasi oleh band-band black metal dibandingkan band death metal/grindcore. Mereka juga lebih intens dalam menggelar event-event musik black metal karena banyaknya jumlah band black metal yang muncul. Tercatat kemudian event black metal yang sukses digelar di Surabaya seperti ARMY OF DARKNESS I dan II.

        Tepat tanggal 1 Juni 1997 dibentuklah komunitas underground INFERNO 178 yang markasnya terletak di daerah Dharma Husada (Jl. Prof. DR. Moestopo,Red). Di tempat yang agak mirip dengan rumah-toko (Ruko) ini tercatat ada beberapa divisi usaha yaitu, distro, studio musik, indie label, fanzine, warnet dan event organizer untuk acara-acara underground di Surabaya. Event-event yang pernah di gelar oleh INFERNO 178 antara lain adalah, STOP THE MADNESS, TEGANGAN TINGGI I & II hingga BLUEKHUTUQ LIVE.

        Band-band underground rock yang kini bernaung di bawah bendera INFERNO 178 antara lain, Slowdeath, The Sinners, Severe Carnage, System Sucks, Freecell, Bluekuthuq dan sebagainya. Fanzine metal asal komunitas INFERNO 178, Surabaya bernama POST MANGLED pertama kali terbit kala itu di event TEGANGAN TINGGI I di kampus Unair dengan tampilnya band-band punk rock dan metal. Acara ini tergolong kurang sukses karena pada waktu yang bersamaan juga digelar sebuah event black metal. Sayangnya, hal ini juga diikuti dengan mandegnya proses penggarapan POST MANGLED Zine yang tidak kunjung mengeluarkan edisinya yang terbaru hingga kini.

        Maka, untuk mengantisipasi terjadinya stagnansi atau kesenjangan informasi di dalam scene, lahirlah kemudian GARIS KERAS Newsletter yang terbit pertama kali bulan Februari 1999. Newsletter dengan format fotokopian yang memiliki jumlah 4 halaman itu banyak mengulas berbagai aktivitas musik underground metal, punk hingga HC tak hanya di Surabaya saja tetapi lebih luas lagi. Respon positif pun menurut mereka lebih banyak datang justeru dari luar kota Surabaya itu sendiri. Entah mengapa, menurut mereka publik underground rock di Surabaya kurang apresiatif dan minim dukungannya terhadap publikasi independen macam fanzine atau newsletter tersebut. Hingga akhir hayatnya GARIS KERAS Newsletter telah menerbitkan edisinya hingga ke- 12.

        Divisi indie label dari INFERNO 178 paling tidak hingga sekitar 10 rilisan album masih tetap menggunakan nama Independen sebagai nama label mereka. Baru memasuki tahun 2000 yang lalu label INFERNO 178 Productions resmi memproduksi album band punk tertua di Surabaya, The Sinners yang berjudul “Ajang Kebencian”. Selanjutnya label
        INFERNO 178 ini akan lebih berkonsentrasi untuk merilis produk- produk berkategori non-metal. Sedangkan untuk label khusus death metal/brutal death/grindcore dibentuklah kemudian Bloody Pigs Records oleh Samir (kini gitaris TENGKORAK) dengan album kedua Slowdeath yang bertitel “Propaganda” sebagai proyek pertamanya yang dibarengi pula dengan menggelar konser promo tunggal Slowdeath di Café Flower sekitar bulan September 2000 lalu yang dihadiri oleh 150- an penonton. Album ini sempat mencatat sold out walau masih dalam jumlah terbatas saja. Ludes 200 keping tanpa sisa.

        Scene Malang

        Kota berhawa dingin yang ditempuh sekitar tiga jam perjalanan dari Surabaya ini ternyata memiliki scene rock underground yang “panas” sejak awal dekade 90-an. Tersebutlah nama Total Suffer Community(T.S.C) yang menjadi motor penggerak bagi kebangkitan komunitas rock underground di Malang sejak awal 1995. Anggota komunitas ini terdiri dari berbagai macam musisi lintas-scene, namun dominasinya tetap
        saja anak-anak metal. Konser rock underground yang pertama kali digelar di kota Malang diorganisir pula oleh komunitas ini. Acara bertajuk Parade Musik Underground tersebut digelar di Gedung Sasana Asih YPAC pada tanggal 28 Juli 1996 dengan menampilkan band-band lokal Malang seperti Bangkai (grindcore), Ritual Orchestra (black metal),Sekarat (death metal), Knuckle Head (punk/hc), Grindpeace (industrial
        death metal), No Man’s Land (punk), The Babies (punk) dan juga band-band asal Surabaya, Slowdeath (grindcore) serta The Sinners (punk).

        Beberapa band Malang lainnya yang patut di beri kredit antara lain Keramat, Perish, Genital Giblets, Santhet dan tentunya Rotten Corpse. Band yang terakhir disebut malah menjadi pelopor style brutal death metal di Indonesia. Album debut mereka yang
        bertitel “Maggot Sickness” saat itu menggemparkan scene metal di Jakarta, Bandung, Jogjakarta dan Bali karena komposisinya yang solid dan kualitas rekamannya yang top notch. Belakangan band ini pecah menjadi dua dan salah satu gitaris sekaligus pendirinya, Adyth, hijrah ke Bandung dan membentuk Disinfected. Di kota inilah lahir untuk kedua kalinya fanzine musik di Indonesia. Namanya Mindblast zine yang
        diterbitkan oleh dua orang scenester, Afril dan Samack pada akhir 1995. Afril sendiri merupakan eks-vokalis band Grindpeace yang kini eksis di band crust-grind gawat, Extreme Decay. Sementara indie label pionir yang hingga kini masih bertahan serta tetap produktif merilis album di Malang adalah Confused Records

        Scene Bali

        Berbicara scene underground di Bali kembali kita akan menemukan komunitas metal sebagai pelopornya. Penggerak awalnya adalah komunitas 1921 Bali Corpsegrinder di Denpasar. Ikut eksis di dalamnya antara lain, Dede Suhita, Putra Pande, Age Grindcorner dan Sabdo Moelyo. Dede adalah editor majalah metal Megaton yang terbit di
        Jogjakarta, Putra Pande adalah salah satu pionir webzine metal Indonesia
        Corpsegrinder (kini Anorexia Orgasm) sejak 1998, Age adalah pengusaha distro yang pertama di Bali dan Moel adalah gitaris/vokalis band death metal etnik, Eternal Madness yang aktif menggelar konser underground di sana. Nama 1921 sebenarnya diambil dari durasi siaran program musik metal mingguan di Radio Cassanova, Bali yang
        berlangsung dari pukul 19.00 hingga 21.00 WITA.

        Awal 1996 komunitas ini pecah dan masing-masing individunya jalan sendiri-sendiri. Moel bersama EM Enterprise pada tanggal 20 Oktober 1996 menggelar konser underground besar pertama di Bali bernama Total Uyut di GOR Ngurah Rai, Denpasar. Band-band Bali yang tampil diantaranya Eternal Madness, Superman Is Dead, Pokoke, Lithium, Triple Punk, Phobia, Asmodius hingga Death Chorus. Sementara band- band luar Balinya adalah Grausig, Betrayer (Jakarta), Jasad, Dajjal, Sacrilegious, Total Riot (Bandung) dan Death Vomit (Jogjakarta). Konser ini sukses menyedot sekitar 2000 orang penonton dan hingga sekarang menjadi festival rock underground tahunan di sana. Salah satu
        alumni Total Uyut yang sekarang sukses besar ke seantero nusantara adalah band punk asal Kuta, Superman Is Dead. Mereka malah menjadi band punk pertama di Indonesia yang dikontrak 6 album oleh Sony Music Indonesia. Band-band indie Bali masa kini yang stand out di antaranya adalah Navicula, Postmen, The Brews, Telephone, Blod Shot Eyes
        dan tentu saja Eternal Madness yang tengah bersiap merilis album ke tiga mereka dalam waktu dekat.

        Memasuki era 2000-an scene indie Bali semakin menggeliat. Kesuksesan S.I.D memberi inspirasi bagi band-band Bali lainnya untuk berusaha lebih keras lagi, toh S.I.D secara konkret sudah membuktikan kalau band `putera daerah’ pun sanggup menaklukan kejamnya industri musik ibukota. Untuk mendukung band-band Bali, drummer S.I.D, Jerinx dan beberapa kawannya kemudian membuka The Maximmum Rock N’ Roll Monarchy (The Max), sebuah pub musik yang berada di jalan Poppies, Kuta. Seringkali diadakan acara rock reguler di tempat ini.

        Indie Indonesia Era 2000-an

        Bagaimana pergerakan scene musik independen Indonesia era 2000-an? Kehadiran teknologi internet dan e-mail jelas memberikan kontribusi besar bagi perkembangan scene ini. Akses informasi dan komunikasi yang terbuka lebar membuat jaringan (networking) antar komunitas ini semakin luas di Indonesia. Band-band dan komunitas-komunitas baru banyak bermunculan dengan menawarkan style musik yang lebih beragam. Trend indie label berlomba-lomba merilis album band-band lokal juga menggembirakan, minimal ini adalah upaya pendokumentasian sejarah yang berguna puluhan tahun ke depan.

        Yang menarik sekarang adalah dominasi penggunaan idiom `indie’ dan bukan underground untuk mendefinisikan sebuah scene musik non- mainstream lokal. Sempat terjadi polemik dan perdebatan klasikmengenai istilah `indie atau underground’ ini di tanah air. Sebagian orang memandang istilah `underground’ semakin bias karena kenyataannya kian hari semakin banyak band-band underground yang `sell-out’, entah itu dikontrak major label, mengubah style musik demi kepentingan bisnis atau laris manis menjual album hingga puluhan ribu keping. Sementara sebagian lagi lebih senang menggunakan idiom indie karena lebih `elastis’ dan misalnya, lebih friendly bagi band-band yang memang tidak memainkan style musik ekstrem. Walaupun terkesan lebih kompromis, istilah indie ini belakangan juga semakin sering digunakan oleh media massa nasional, jauh
        meninggalkan istilah ortodoks `underground’ itu tadi.

        Ditengah serunya perdebatan indie/underground, major label atau indie label, ratusan band baru terlahir, puluhan indie label ramai- ramai merilis album, ribuan distro/clothing shop dibuka di seluruh Indonesia. Infrastruktur scene musik non-mainstream ini pun kian established dari hari ke hari. Mereka seakan tidak peduli lagi dengan polarisasi indie-major label yang makin tidak substansial. Bermain musik sebebas mungkin sembari bersenang-senang lebih menjadi `panglima’ sekarang ini.

        …And history is still in the making here…..